Call Our Toll-Free Number: 123-444-5555

11 Jan 2015

STRUKTURALISME LEVI STRAUSS



STRUKTURALISME LEVI STRAUSS

Dalam kesempatan kali ini kita membahas mengapa Levi Strauss, sang ahli antropologi lebih memilih model dari linguistik dalam dunia antropologinya, dan bagaimanakah Levi Strauss memanfaatkan model-model linguistik itu untuk berbagai gejala sosial budaya di luar bahasa? Sebelum itu kita bahas dahulu mengenai perjalanan hidup Levi Strauss dan bagaimana Levi Straus bisa terjerumus kedalam dunia antropologi.
            Claude Levi Strauss, yang dalam dunia akademik lebih dikenal sebagai pelopor strukturalisme dalam dunia antropologi. Namun sebenarnya Levi Strauss juga memiliki tempat dalam dunia sastra, falsafat, sosiologi, dan juga telaah seni. Levi Strauss adalah seorag keturunan Yahudi berkebangsaan Prancis. Tanggal 28 Nopember 1905 dia dilahirkan di Brussles, Belgia oleh pasangan suami isteri Raymond Levi Strauss dan Emma Levy. Kemudian pada tahun 1909 mereka pindah di Prancis.
            Levi Strauss semenjak kecil telah bersentuhan dengan dunia seni, ayahnya lah yang berprofesi sebagai seorang pelukis potret. Itulah mengapa dia menghasilkan buku-buku tentang mitos serta analisis bukunya tentang motif-motif hias, tatto, topeng, serta model musik yang digunakannya. Sehingga cukuplah jelas bahwa Levi Strauss memperlihatkan minatnya yang mendalam terhadap seni serta pengaruh seni itu sendiri terhadap caranya memandang fenoena sosial budaya.
            Masa muda, Levi Strauss lebih sering mendalami hukum dan filsafat. Dia masuk Fakultas Hukum Paris dan juga belajar filsafat di Universitas Sorbonne. Studi di fakultas hukum hanyalah dia tempuh dalam satu tahun dengan tesis tentang dalil-dalil filsafat aliran materialisme historis. Tahun berikutnya dia mulai menoleh kedalam dunia antropologi berkat Paul Nizan, seorang ahli filsafat yang juga telah tertarik pada antropologi.
            Karirnya dalam dunia antropologi berawal pada tahun 1934, ketika itu Celestin Bougle, pembimbing dalam menyusun tesisnya memberikan peluang kepada Levi Strauss untuk mengajar di Universitas Sao Paulo, Brazil. Tahun 1935 dia berangkat ke Brazil. Selama mengajar di Brazil inilah Levi Strauss memperoleh kesempatan untuk melakukan ekspedisi di daerah-daerah pedalaman Brazil. Ekspedisi pertama dia lakukan bersama sang isteri, Dina Dreyfus di berbagai suku Indian yang dapat dikatakan belum terjamah oleh peradaban barat. Inilah kesempatannya unutk mengenal orang-orang Indian Caduveo dan Bororo. Ketika itu Levi strauss merasa seolah-olah dia adalah penjelajar Eropa abad 16. Selama itu dia juga bertemu dengan suku-suku bangsa yang sangat sederhana yang sangat kontras dengan peradaban manusia yang ada di kota-kota besar Brazil seperti Rio de Janiero dan San Paulo, apalagi dengan peradaban Prancis. Sehingga dia tulis dalam bukunya Tristes Tropique yang mengutarakan laporan perjalanan plus otobiografi yang membuat namanya melejit di negeri Prancis. Buku iinilah yang juga memotivasi dirinya untuk mendalami dunia antropologi.
            Levi Strauss kembali ke Brazil tahun 1938 dan kemudian melanjutkan ekspedisi kedua di kawasan sebelah Barat Mato Grosso, daerah Amazone. Ekspedisi kedua ini dapat dianggap ekspedisi yang sangat besar untuk ukuran masa itu. Anggota ekspedisinya terdiri dari dia sendiri, isterinya, seorang staff musium Rio de Janiero, seorang dokter, dan 13 orang dari Cuiaba, serta 15 ekor bagal dan 30 ekor sapi. Dalam ekspedisi ini Levi Strauss bertemu dengan orang Indian Nambikwara yang kemudian dituliskan dalam bukunya.
            Tahun 1940 Levi Strauss dipaksa mundur dari jabatannya dikarenakan Prancis terlibat perang dengan Jerman.  Kemudian dia mendapat kontrak di Amerika Serikat agar memanfaatkan Yayasan Rockefeller untuk menyelamatkan ilmuwan dan pemikir-pemikir Eropa berdarah Yahudi dari kekejaman Nazi.kemudian dia tinggal di New York. Di New York inilah kecenderungan struktural yang sudah lama ada dalam dirinya berkembang menjadi matang berkat pertemuannya dengan ahli bahasa dari Rusia, Roman Jakobson. Di Ecole Libre, Levi Strauss melanjutkan kuliah mengenai sistem kekerabatan yang juga sering diikuti oleh Roman Jakobson. Kemudian dia berhasil menulis disertasi doktornya.
Tahun 1945 Levi Strauss bercerai dengan Dina Dreyfus dan menikah dengan Rose Marie Ullmo dan lahirlah Laurent. Tahun 1949 disertasi Levi Strauss diterbitkan, dan dia mendapat perhatian dari para ahli antropologi.. Tahun 1954 dia menikah dengan Monique Roman setelah bercerai dengan Rose Marie Ullmo setelah dia diangkat menjadi sekretaris jendral International Council of Social Sciences.  
Tahun 1955 nama Levi strauss langsung menanjak di kawasan Prancis dan di dunia Barat berkat terbitan buku ekspedisinya Tristes Tropiques. Hal ini mengakibatkan kecemburuan yang mendalam bagi ahli-ahli antropologi yang lain. Banyak temannya bahkan ilmuan-ilmuan antropologi Inggris dan Amerika merasa terusik. Apalagi ketika Levi Strauss memperlihatkan keteguhan pandangannya mengenai perlunya pendekatan struktural dalam antropologi lewat karyanya Anthropologie Structurale dan Anthropologie Structurale deux.  
Levi Strauss kemudian disetujui untuk diangkat menjadi guru besar Antropologi Sosial di College de France, salah satu perguruan tinggi paling prestisius di Prancis. Dia juga mendirikan Laboratoire d’Anthropologie Sociale dan menerbitkan berbagai jurnal antropologi. Tahun-tahun berikutnya paradigma struktural yang dirintis oleh Levi Strauss terasa semakin mantap dan bekembang. Berbagai karya yang dihasilknya, seperti The Raw and The Cooked, From Honey to Ashes, The Origin of Table Manners, dan The Naked Man telah menunjukan kelebihan paradigma dan kekuatan epistemologi strukturalisme Levi Strauss, dibandingkan dengan paradigma yang lain dalam antropologi budaya.
Mengapa Levi Strauss memilih linguistik, dan bukan disiplin yang lain?
Ada tiga macam pandangan di kalangan para ahli antropologi yang menjadi dasar untuk mempelajari kebudayaan suatu masyarakat dengan memusatkan perhatian pada bahasanya. Pandangan pertama mengatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat dianggap sebagai refleksi dari keseluruhan budaya masyarakat tersebut. Pandangan ini menempatkan bahasa sebagai suatu gejala yang setara dengan kebudayaan. Pandangan kedua mengatakan bahwa bahasa adalah bagian dari kebudayaan, atau bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Pandangan ini menempatkan bahasa di bawah payung kebudayaan. Sedangkan pandangan ketiga menyebutkan bahwa bahasa merupakan na materialkondisi dari kebudayaan. Pandangan ini memiliki dua arti. Arti yang pertama yaitu bahwa bahasa mendahului kebudayaan karena melalui bahasalah manusia bisa mengetahui budaya masyarakatnya. Arti kedua menyebutkan bahwa bahasa merupakan peletak fondasi bagi terbentuknya berbagai macam struktur yang lebih kompleks, lebih rumit, yang sesuai atau sejajar dengan aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang lain.
Dari ketiga pandangan tersebut, Levi Strauss memilih pandangan yang terakhir. Menurut Levi Strauss, sebagian para ahli bahasa dan ahli antropologi selama ini memandang fenomena bahasa dan kebudayaan dari perspektif yang kurang tepat. Mereka masih terperangkap oleh masalah apakah bahasa yang mempengaruhi kebudayaan ataukah sebaliknya. Perspektif yang lebih tepat menurut Levi Strauss adalah memandang bahwa bahasa dan kebudayaan itu sebagai hasil dari aneka aktivitas yang pada dasarnya mirip atau sama. Kemungkinan besar terjadi akibat korelasi atau kesejajaran yang mungkin dapat ditemukan antara keduanya. Levi Strauss memberikan contoh korelasi tampak antara sistem kekerabatan orang-orang Indian di Amerika Utara dengan mitos-mitos mereka, dan dalam cara orang Indian mengekspresikan konsep waktu mereka.
Menurut Levi Strauss, untuk dapat menentukan pada tataran yang mana korelasi-korelasi tersebut ada, dan antara apa dengan apa, seorang ahli antropologi harus mampu melakukan analisis yang sejalan dengan cara analisis para ahli linguistik atau fenomena kebahasaan. Seorang antropologi perlu menengok dan mencari inspirasi dari cara analisis dalam linguistik untuk memperkuat hasil analisisnya. Linguistik merupakan disiplin yang perlu dilirik oleh seorang antropologi guna meningkatkan kekuatan analisis antropologi itu sendiri. Itulah mengapa Levi Strauss lebih melirik linguistik daripada disiplin yang lain. Disinilah Levi Strauss melihat peranan penting dari linguistik bagi antropologi untuk pencapaian posisi ilmiah sebagaimana yang telah dicapai oleh ilmu pasti dan alam. Jadi tidaklah mengherankan jika Levi Strauss kemudian menggunakan analisis linguistik sebagai model bagi analisisnya.
Munculnya linguistik struktural di kancah perbincangan ilmiah mengakibatkan para ahli antropologi lebih memahami ahli-ahli linguistik dalam kajian fenomena kebahasaan. Levi Strauss memandang fenomena sosial-budaya seperti pakaian, mitos, dan sebagainya itu sebagai gejala kebahasaan, yaitu sebagai kalimat atau teks. Strukturalisme Levi Strauss secara implisit menganut pandangan bahwa sebuah cerita (naratif), seperti halnya sebuah kalimat, maknanya merupakan hasil dari suatu proses artikulasi. Sebagai seorang peneliti kebudayaan, dalam hal memperlakukan sebuah teks, Levi strauss lebih memilih pendekatan sistematis dan mencoba menemukan semacam tata bahasa seperti halnya Chomsky atau menemukan fonologi seperti halnya Jakobson. Sebuah teks dapat diperlakukan sebagaimana halnya seorang ahli bahasa memperlakukan kalimat. 

SUMBER DARI GOOGLE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jawa

jawa

About

Menapa panjenengan remen kaliyan blog menika?

Contact Details