STRUKTURALISME LEVI STRAUSS
Dalam
kesempatan kali ini kita membahas mengapa Levi Strauss, sang ahli antropologi
lebih memilih model dari linguistik dalam dunia antropologinya, dan
bagaimanakah Levi Strauss memanfaatkan model-model linguistik itu untuk berbagai
gejala sosial budaya di luar bahasa? Sebelum itu kita bahas dahulu mengenai
perjalanan hidup Levi Strauss dan bagaimana Levi Straus bisa terjerumus kedalam
dunia antropologi.
Claude Levi Strauss, yang dalam dunia
akademik lebih dikenal sebagai pelopor strukturalisme dalam dunia antropologi.
Namun sebenarnya Levi Strauss juga memiliki tempat dalam dunia sastra,
falsafat, sosiologi, dan juga telaah seni. Levi Strauss adalah seorag keturunan
Yahudi berkebangsaan Prancis. Tanggal 28 Nopember 1905 dia dilahirkan di
Brussles, Belgia oleh pasangan suami isteri Raymond Levi Strauss dan Emma Levy.
Kemudian pada tahun 1909 mereka pindah di Prancis.
Levi Strauss semenjak kecil telah
bersentuhan dengan dunia seni, ayahnya lah yang berprofesi sebagai seorang pelukis
potret. Itulah mengapa dia menghasilkan buku-buku tentang mitos serta analisis
bukunya tentang motif-motif hias, tatto, topeng, serta model musik yang
digunakannya. Sehingga cukuplah jelas bahwa Levi Strauss memperlihatkan
minatnya yang mendalam terhadap seni serta pengaruh seni itu sendiri terhadap
caranya memandang fenoena sosial budaya.
Masa muda, Levi Strauss lebih sering
mendalami hukum dan filsafat. Dia masuk Fakultas Hukum Paris dan juga belajar
filsafat di Universitas Sorbonne. Studi di fakultas hukum hanyalah dia tempuh
dalam satu tahun dengan tesis tentang dalil-dalil filsafat aliran materialisme
historis. Tahun berikutnya dia mulai menoleh kedalam dunia antropologi berkat
Paul Nizan, seorang ahli filsafat yang juga telah tertarik pada antropologi.
Karirnya dalam dunia antropologi
berawal pada tahun 1934, ketika itu Celestin Bougle, pembimbing dalam menyusun
tesisnya memberikan peluang kepada Levi Strauss untuk mengajar di Universitas
Sao Paulo, Brazil. Tahun 1935 dia berangkat ke Brazil. Selama mengajar di
Brazil inilah Levi Strauss memperoleh kesempatan untuk melakukan ekspedisi di
daerah-daerah pedalaman Brazil. Ekspedisi pertama dia lakukan bersama sang
isteri, Dina Dreyfus di berbagai suku Indian yang dapat dikatakan belum
terjamah oleh peradaban barat. Inilah kesempatannya unutk mengenal orang-orang
Indian Caduveo dan Bororo. Ketika itu Levi strauss merasa seolah-olah dia
adalah penjelajar Eropa abad 16. Selama itu dia juga bertemu dengan suku-suku
bangsa yang sangat sederhana yang sangat kontras dengan peradaban manusia yang
ada di kota-kota besar Brazil seperti Rio de Janiero dan San Paulo, apalagi
dengan peradaban Prancis. Sehingga dia tulis dalam bukunya Tristes Tropique yang mengutarakan laporan perjalanan plus
otobiografi yang membuat namanya melejit di negeri Prancis. Buku iinilah yang
juga memotivasi dirinya untuk mendalami dunia antropologi.
Levi Strauss kembali ke Brazil tahun
1938 dan kemudian melanjutkan ekspedisi kedua di kawasan sebelah Barat Mato
Grosso, daerah Amazone. Ekspedisi kedua ini dapat dianggap ekspedisi yang
sangat besar untuk ukuran masa itu. Anggota ekspedisinya terdiri dari dia
sendiri, isterinya, seorang staff musium Rio de Janiero, seorang dokter, dan 13
orang dari Cuiaba, serta 15 ekor bagal dan 30 ekor sapi. Dalam ekspedisi ini
Levi Strauss bertemu dengan orang Indian Nambikwara yang kemudian dituliskan
dalam bukunya.
Tahun 1940 Levi Strauss dipaksa
mundur dari jabatannya dikarenakan Prancis terlibat perang dengan Jerman. Kemudian dia mendapat kontrak di Amerika
Serikat agar memanfaatkan Yayasan Rockefeller
untuk menyelamatkan ilmuwan dan pemikir-pemikir Eropa berdarah Yahudi dari
kekejaman Nazi.kemudian dia tinggal di New York. Di New York inilah
kecenderungan struktural yang sudah lama ada dalam dirinya berkembang menjadi
matang berkat pertemuannya dengan ahli bahasa dari Rusia, Roman Jakobson. Di Ecole Libre, Levi Strauss melanjutkan
kuliah mengenai sistem kekerabatan yang juga sering diikuti oleh Roman
Jakobson. Kemudian dia berhasil menulis disertasi doktornya.
Tahun
1945 Levi Strauss bercerai dengan Dina Dreyfus dan menikah dengan Rose Marie
Ullmo dan lahirlah Laurent. Tahun 1949 disertasi Levi Strauss diterbitkan, dan
dia mendapat perhatian dari para ahli antropologi.. Tahun 1954 dia menikah
dengan Monique Roman setelah bercerai dengan Rose Marie Ullmo setelah dia
diangkat menjadi sekretaris jendral International Council of Social Sciences.
Tahun
1955 nama Levi strauss langsung menanjak di kawasan Prancis dan di dunia Barat berkat
terbitan buku ekspedisinya Tristes
Tropiques. Hal ini mengakibatkan kecemburuan yang mendalam bagi ahli-ahli
antropologi yang lain. Banyak temannya bahkan ilmuan-ilmuan antropologi Inggris
dan Amerika merasa terusik. Apalagi ketika Levi Strauss memperlihatkan
keteguhan pandangannya mengenai perlunya pendekatan struktural dalam
antropologi lewat karyanya Anthropologie
Structurale dan Anthropologie
Structurale deux.
Levi
Strauss kemudian disetujui untuk diangkat menjadi guru besar Antropologi Sosial
di College de France, salah satu
perguruan tinggi paling prestisius di Prancis. Dia juga mendirikan Laboratoire
d’Anthropologie Sociale dan menerbitkan berbagai jurnal antropologi.
Tahun-tahun berikutnya paradigma struktural yang dirintis oleh Levi Strauss
terasa semakin mantap dan bekembang. Berbagai karya yang dihasilknya, seperti The Raw and The Cooked, From Honey to Ashes,
The Origin of Table Manners, dan The
Naked Man telah menunjukan kelebihan paradigma dan kekuatan epistemologi
strukturalisme Levi Strauss, dibandingkan dengan paradigma yang lain dalam
antropologi budaya.
Mengapa
Levi Strauss memilih linguistik, dan bukan disiplin yang lain?
Ada
tiga macam pandangan di kalangan para ahli antropologi yang menjadi dasar untuk
mempelajari kebudayaan suatu masyarakat dengan memusatkan perhatian pada
bahasanya. Pandangan pertama
mengatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat dianggap sebagai
refleksi dari keseluruhan budaya masyarakat tersebut. Pandangan ini menempatkan
bahasa sebagai suatu gejala yang setara dengan kebudayaan. Pandangan kedua mengatakan bahwa bahasa adalah bagian dari
kebudayaan, atau bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Pandangan ini
menempatkan bahasa di bawah payung kebudayaan. Sedangkan pandangan ketiga menyebutkan bahwa bahasa merupakan na materialkondisi
dari kebudayaan. Pandangan ini memiliki dua arti. Arti yang pertama yaitu bahwa
bahasa mendahului kebudayaan karena melalui bahasalah manusia bisa mengetahui
budaya masyarakatnya. Arti kedua menyebutkan bahwa bahasa merupakan peletak fondasi
bagi terbentuknya berbagai macam struktur yang lebih kompleks, lebih rumit,
yang sesuai atau sejajar dengan aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang
lain.
Dari
ketiga pandangan tersebut, Levi Strauss memilih pandangan yang terakhir.
Menurut Levi Strauss, sebagian para ahli bahasa dan ahli antropologi selama ini
memandang fenomena bahasa dan kebudayaan dari perspektif yang kurang tepat.
Mereka masih terperangkap oleh masalah apakah bahasa yang mempengaruhi
kebudayaan ataukah sebaliknya. Perspektif yang lebih tepat menurut Levi Strauss
adalah memandang bahwa bahasa dan kebudayaan itu sebagai hasil dari aneka
aktivitas yang pada dasarnya mirip atau sama. Kemungkinan besar terjadi akibat
korelasi atau kesejajaran yang mungkin dapat ditemukan antara keduanya. Levi
Strauss memberikan contoh korelasi tampak antara sistem kekerabatan orang-orang
Indian di Amerika Utara dengan mitos-mitos mereka, dan dalam cara orang Indian
mengekspresikan konsep waktu mereka.
Menurut
Levi Strauss, untuk dapat menentukan pada tataran yang mana korelasi-korelasi
tersebut ada, dan antara apa dengan apa, seorang ahli antropologi harus mampu
melakukan analisis yang sejalan dengan cara analisis para ahli linguistik atau
fenomena kebahasaan. Seorang antropologi perlu menengok dan mencari inspirasi
dari cara analisis dalam linguistik untuk memperkuat hasil analisisnya.
Linguistik merupakan disiplin yang perlu dilirik oleh seorang antropologi guna
meningkatkan kekuatan analisis antropologi itu sendiri. Itulah mengapa Levi
Strauss lebih melirik linguistik daripada disiplin yang lain. Disinilah Levi
Strauss melihat peranan penting dari linguistik bagi antropologi untuk
pencapaian posisi ilmiah sebagaimana yang telah dicapai oleh ilmu pasti dan
alam. Jadi tidaklah mengherankan jika Levi Strauss kemudian menggunakan
analisis linguistik sebagai model bagi analisisnya.
Munculnya
linguistik struktural di kancah perbincangan ilmiah mengakibatkan para ahli
antropologi lebih memahami ahli-ahli linguistik dalam kajian fenomena
kebahasaan. Levi Strauss memandang fenomena sosial-budaya seperti pakaian,
mitos, dan sebagainya itu sebagai gejala kebahasaan, yaitu sebagai kalimat atau
teks. Strukturalisme Levi Strauss secara implisit menganut pandangan bahwa
sebuah cerita (naratif), seperti halnya sebuah kalimat, maknanya merupakan
hasil dari suatu proses artikulasi. Sebagai seorang peneliti kebudayaan, dalam
hal memperlakukan sebuah teks, Levi strauss lebih memilih pendekatan sistematis
dan mencoba menemukan semacam tata bahasa seperti halnya Chomsky atau menemukan
fonologi seperti halnya Jakobson. Sebuah teks dapat diperlakukan sebagaimana
halnya seorang ahli bahasa memperlakukan kalimat.
SUMBER DARI GOOGLE