Call Our Toll-Free Number: 123-444-5555

30 Nov 2014

Selamatan-Kajian Budaya Melalui Sudut Pandang Pelaku



Selamatan
Kajian Budaya Melalui Sudut Pandang Pelaku

 oleh: Trisna Dwi Setianingsih

A.     Pengertian

Selamatan atau selametan merupakan salah satu wujud budaya Jawa yang telah ada sejak dahulu kala. Namun sekarang tidaklah lagi berfungsi sebagai penyembahan terhadap nenek moyang, akan tetapi telah dialih fungsikan sebagai permintaan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai wujud syukur kepada tuhan.

Selamatan merupakan salah satu tradisi yang dianggap dapat menjauhkan diri dari mala petaka. Slametan adalah konsep universal yang di setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda. Hal ini karena kesadaran akan diri yang  lemah di hadapan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia.

Selamatan adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Menurut  Hildred Geertz, selamatan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga. Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila diatas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk.
Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Sementara itu, Clifford Geertz mengartikan slamet yang berarti ora ana apa-apa (tidak ada apa-apa).




B.     Kajian Budaya Melalui Sudut Pandang Pelaku

1.      Kaum Islam Abangan dan Kaum Islam Putihan
Menurut Hildred Geertz, selamatan pada umumnya dianut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi kaum Islam Putihan (santri) praktik selamatan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima, kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa dan roh-roh. Karena itu bagi kaum santri, selamatan adalah upacara do’a bersama dengan seorang pemimpin atau modin yang kemudian diteruskan dengan makan-makan bersama sekedarnya dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Allah Yang Maha Esa.

2.      Pria dan wanita
Selamatan pada umumnya diadakan pada malam hari setelah Isya’. Biasanya yang mengadakan dari pihak keluarga. Adapun pelaku atau orang yang hadir dalam acara itu biasanya dikhususkan bagi pria karena selaku kepala rumah tangga. Selamatan seperti selamatan kelahiran, pernikahan, ataupun kematian biasanya dihadiri oleh pria. Namun ada juga selamatan kelahiran yang diadakan khusus bagi wanita. Biasanya dilakukan pada sore hari dihubungkan dengan acara pertemuan rutin. Selamatan ada juga yang dihadiri oleh gabungan pria dan wanita, bahkan dihadiri oleh semua anggota keluarga besar. Semua itu telah ditentukan sebelumnya oleh pihak yang memiliki hajat.

3.      Umur/tingkat kedewasaan
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa acara selamatan juga bisa dihadiri oleh semua anggota keluarga besar. Ada juga pihak yang ingin melaksanakan selamatan khusus untuk keluarga besarnya sendiri. Pada pelaksanaan selamatan ini, umur atau tingkat kedewasaan tidaklah berpengaruh, karena yang diundang adalah semua keluarga besar baik masih kecil ataupun dewasa, baik masih bayi ataupun sudah orang tua. Namun secara umum, selamatan yang diadakan di masyarakat biasanya dihadiri oleh pria yang telah dewasa. Pria yang telah menjadi kepala rumah tangga biasanya yang diundang dalam acara selamatan ini. Jika yang pelakunya ibu-ibu, biasanya yang menghadiri juga para ibu. Namun jika pihak yang diundang berhalangan hadir, biasanya digantikan oleh anaknya yang sudah beranjak dewasa.
C.       Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jawa

jawa

About

Menapa panjenengan remen kaliyan blog menika?

Contact Details