Call Our Toll-Free Number: 123-444-5555

30 Nov 2014

Perkembangan Kebudayaan Jawa pada Agama Katolik



PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN JAWA PADA AGAMA KATOLIK
DI GEREJA ST. IGNATIUS, KOTA MAGELANG, JAWA TENGAH


Catatan peradaban budaya di tanah Jawa ‘Jaman Edan’ yang ditulis oleh Ki Ronggowarsito sekitar tahun 1800 menjadi pembuka paparan AR. Yudono Suwondo Pr Romo Paroki St. Ignatius Magelang dalam saresehan budaya Sabtu malam ( 17 November 2012 ) kemarin di Panti Bina Bakti kompleks Gereja St. Ignatius Magelang setelah sebelumnya diadakan Misa Syukur. ‘Kebudayaan itu bukan sekedar seni, bahasa, busana, atau bahkan unggah-ungguh, namun lebih pada sikap, rasa dan pengalaman batin bersama dengan Sang Pencipta’, demikian dikatakan Romo Wondo.

Saresehan yang bertajuk ‘Manembah ing Pangeran, Ngrambakake Pasamuan, nguri-uri kabudayan’ ini diadakan menyambut tahun baru 1 Sura 1946 yang diikuti oleh sekitar 150 peserta dan dibuka oleh FX. Krisno Handoyo Pr Romo Kepala Paroki St. Ignatius Magelang. Dalam pengantarnya Romo Krisno yang adalah Vikep Kedu ini mengatakan ; ‘Setiap peringatan tahun baru kita diajak untuk instropeksi diri, entah tahun baru Masehi, tahun baru Imlek ataupun tahun baru Jawa. Eling lan waspada, eling berarti ingat pada tujuan hidup kita adalah kepada Sang Pencipta semesta ini dan selalu waspada terhadap perubahan peradaban yang terjadi sebagai bagian dari alam semesta ini’.

Ulasan demikian merupakan salah satu bukti bahwa Budaya Jawa telah memasuki dan telah bercampur sebagai kebudayaan di Gereja Katolik St. Ignatius, Magelang. Sarasehan yang biasanya hanya dilakukan oleh sekelompok masyarakat jawa yang sangat njawani itu kini telah merambat ke acara keagamaan. Di masa sekarang ini, sedang gencar-gencarnya orang mempertahankan budaya jawa. Betapa pentingnya kebudayaan jawa bagi masyarakat jawa itu sendiri, dan sekarang masyarakat sudah mulai andil dalam nguri-uri kabudayan jawi

Perkataan Romo Wondo pada kegiatan sarasehan yang mengatakan, ‘Kebudayaan itu bukan sekedar seni, bahasa, busana, atau bahkan unggah-ungguh, namun lebih pada sikap, rasa dan pengalaman batin bersama dengan Sang Pencipta’. Disini Romo Wondo lebih menekankan bahwa kebudayaan jawa itu sebenarnya sangat berhubungan dengan kedekatan kepada sang pencipta. Jadi betapa sesuainya suatu kebudayaan itu kemudian di masukan kedalam suatu agama. 

Dikarenakan betapa pentingnya suatu budaya dalam suatu peradaban masyarakat, maka pimpinan tertinggi Gereja Katolik di Roma, Paus Benediktus  XVI mencanangkan sebagai ‘Tahun Iman’ yang telah dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012 hingga 24 November 2012 lalu. Dalam Surat Apostoliknya ‘Pintu Kepada Iman’ mengajak kepada umat katolik untuk bukan saja memahami secara lebih dalam iman kepercayaannya, melainkan juga tindakan untuk mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah dengan cara yang sebebas-bebasnya. Salah satu cara dengan belajar dan mengingat kembali para orang-orang suci yang memiliki petuah tentang kebudayaan sejati, budaya yang membawa manusia selalu memiliki harapan akan hidup yang kekal. ‘Kebudayaan adalah kelengkapan hidup manusia yang selalu berusaha mengerti siapa jatidirinya, hidup bersama dalam paguyuban-paguyuban dan menyatu dengan alam semesta’, demikian Romo Wondo mengakhiri paparannya.

Wujud kebudayaan jawa yang masuk pada agama Katolik ini juga terbukti dengan adanya perayaan natal yang di dekorasikan dengan nuansa budaya Jawa. Berikut ulasannya.

Perayaan Natal 2011 di beberapa gereja Katolik Kevikepan Kedu, Jawa Tengah, bakal dilangsungkan dalam nuansa budaya Jawa dan mendasarkan kehidupan masyarakat setempat yang sebagian besar sebagai petani.

“Beberapa gereja dan stasi mengemas misa Natal dengan nuansa Jawa dan pertanian karena Kevikepan Kedu tidak lepas dari budaya masyarakat pegunungan yang sebagian besar adalah petani,” kata Koordinator Komisi Komunikasi Sosial Gereja Katolik Kevikepan Kedu E Yusuf Kusuma di Magelang, Rabu.

Wilayah Kevikepan Kedu sebagai bagian dari Keuskupan Agung Semarang meliputi Kota Magelang, Kabupaten Magelang, dan Temanggung yang terdiri atas 10 gereja paroki dan tiga stasi. Ia mengatakan, misa malam natal di Kapel Gubug Selo Merapi, Paroki Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, di kawasan barat Gunung Merapi, Sabtu (24/12), bakal dikemas dengan menggunakan bahasa Jawa dan iringan gamelan. Setelah misa, katanya, umat akan melakukan pesta rakyat, sedangkan komunitas seniman petani “Padepokan Tjipto Boedojo Tutup Ngisor” mementaskan wayang orang dengan lakon “Bimo Bungkus”. Pengurus Gereja Santo Ignatius Kota Magelang sebagai pusat Kevikepan Kedu, katanya, menyiapkan tempat dan layanan khusus untuk umat berusia lanjut dan difabel saat misa malam Natal, Sabtu (24/12), sedangkan misa Natal anak-anak, pada Minggu (25/12).

Dari ulasan tersebut, terlihatlah suatu kekerabatan antar umat beragama, khususnya agama Katolik. Karena disitu sangat terlihat bagaimana partisipasi setiap gereja Katolik di kawasan Kedu dalam menghadapi pasca natal, termasuk gereja St. Ignatius. 

Kesimpulannya, dalam agama Katolik, kebudayaan jawa dapat dimasukan pada acara-acara keagamaan. Seperti di Magelang ini, kebudayaan jawa biasanya dimasukan pada acara sarasehan, natal, paskah, ataupun acara rutin mingguan. Kebudayaan jawa yang dimasukan biasanya berupa nyanyian, kidung-kidung jawa, doa-doa, alat musik gamelan (biasanya ditampilkan pada acara khusus seperti natal atau paskah), juga tari-tarian jawa. Masuknya budaya Jawa pada agama Katolik ini merupakan salah satu sarana pelestarian budaya Jawa bagi agama Katolik itu sendiri, khususnya oleh masyarakat Katolik di Magelang.

SUMBER:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jawa

jawa

About

Menapa panjenengan remen kaliyan blog menika?

Contact Details